Jumat, 20 Februari 2015

Pulau Belitung Yang Eksotik

Wisata ke Pulau Belitung | Di daratan terlihat banyak kubangan menganga tergenang air. Kubangan peninggalan kejayaan Bangka Belitung sebagai daerah penghasil timah terbesar di Indonesia. Sebuah panorama yang mengisyaratkan kami, bahwa sesaat lagi pesawat akan menyentuh landasan Bandara Hanandjoeddin, Belitung.

Tak sabar untuk menjajaki Belitung lebih jauh, dari bandara kami pun beranjak ke pusat kota Tanjung Pandan. Kendaraan roda empat yang melintas di jalanan bisa dihitung dengan jari. Sebab, umumnya masyarakat Belitung lebih memilih sepeda motor sebagai alat transportasi utamanya. Hanya butuh waktu 15 menit akhirnya kami tiba di kota itu.

Kami menginap di Hotel sekitar pantai. Perut yang sudah keroncongan kami isi dengan makanan dan minuman khas Belitung, seperti mie atep dan minuman yang terbuat dari perasan jeruk kunci.
Sebagian berburu pernak-pernik hingga kaos berdesain menarik yang semuanya ala Belitung.

Danau Kaolin
Di pusat kota terdapat bundaran tugu, dimana replika batu satam raksasa berada, sekaligus menjadi ikon kebanggaan kota Tanjung Pandan. Namun, itu barulah awal dari pelesir kami ke daerah yang ditetapkan pemerintah sebagai tujuan wisata Indonesia itu.

Pantai Tanjung Kelayang merupakan tempat pertama yang kami kunjungi. Usai foto bersama, kami dibagi atas 10-12 orang untuk menumpang sebuah perahu sederhana. 30 menit kemudian, kami tiba di pulau Pasir, pulau molek yang hanya bisa dilihat saat air laut sedang surut. Moment ini pun tak lepas dari bidikan kamera kami.

Bertolak dari Pulau Pasir, kami siap-siap menikmati wisata bawah laut. Dengan peralatan snorkeling dan jaket pelampung, kami turun hingga kedalaman 3-4 meter dari permukaan laut. Aneka ikan cantik beragam motif berlalulalang diantara berbagai jenis tumbuhan laut dan terumbu karang. Surga bawah taut yang sulit dilupakan.



Mercu Suar Pulau Lengkuas

Jelang siang, kami menuju pulau Lengkuas. Di tepi pantai kami menggelar tikar untuk santap siang bersama. Ada yang menarik di pulau ini, yakni mercusuar peninggalan Belanda. Jaraknya sekitar 20 meter dari bibir pantai. Dengan membayar Rp5 ribu, adrenalin kami ditantang melewati 19 tingkat tangga agar sampai ke puncaknya. Alhasil, dari puncaknya kami boleh menganggumi betapa besarnya daya pikat alam pulau Lengkuas.

Rasa penasaran ingin menikmati obyek wisata lainnya kian membahana. Kami pun berangkat ke wilayah Tanah Tanjung Tinggi, sebuah tempat yang dahulu pernah menjadi salah satu lokasi syuting film Laskar Pelangi. Wajar saja, ternyata Tanah Tanjung memiliki pantai ideal untuk berenang. Sajian langka dari alam seperti batu-batu granit berbagai ukuran dan bentuk unik mengundang decak kagum.

Setelah seharian bergumul dengan air laut, kami lalu membersihkan diri di sebuah warung yang menyediakan fasilitas kamar mandi. Seruputan kopi panas khas Belitung sesaat setelah mandi cukup ampuh menyegarkan tubuh. Sembari melepas lelah, kami menunggu sunset yang kami gunakan semaksimal mungkin untuk menjepret foto-foto siluet nan eksotis.

Eksotis Danau Kaolin

Tak terasa, kami menginjak hari yang ke dua di Belitung. Lokasi yang kami sambangi selanjutnya adalah Belitung Timur. Memasuki daerah ini terasa ada hal yang berbeda. Sepanjang jalan terdapat kubangan bekas tambang timah. Danau Kaolin, salah satu bekas tambang yang berbentuk danau 3 warna, menjadi pemandangan menarik untuk segera diabadikan. 

Sekolah Laskar Pelangi
Sebelum memasuki ibukota kabupaten Belitung Timur, kami mampir di desa Gantong. Desa ini merupakan saksi kisah nyata anak Belitong (sebutan lain dari Belitung) yang diangkat ke layar lebar "Laskar Pelangi". Di sana terdapat Sekolah Dasar Muhammadiah, lokasi syuting film tersebut dan Museum KATA milik Andrea Hirata, tokoh Si Ikal dalam film yang telah sukses mengharumkan pulau Belitung sampai ke mancanegara.

Lepas dari desa Gantong, akhirnya kami tiba di kota Manggar, ibukota Belitung Timur. Di kota 1001 warung kopi itu, kami memutuskan untuk santap siang bersama. Kami memilih Resto & Warkop Sari Dini. Resto ini berada persis di tepi genangan air raksasa seperti sebuah danau yang oleh penduduk setempat disebut kolong.

Pantai Pulau Belitung
Konon, danau ini dibuat untuk memfasilitasi kapal keruk zaman Belanda yang akan berlabuh di pantai Serdang untuk mengangkut pasir timah. Melalui proses yang panjang, terbentuklah kolong atau danau menyatu dengan laut. Tah heran, debit airnya mengikuti pasang surutnya air laut.

Makan siang di atas resto saung terapung itu memberikan pengalaman yang tak mungkin bisa kami dapatkan di tempat lain. Fasilitas karaoke serta semilir angin menambah kenikmatan makan siang di resto ini. Menu makan siang ala Belitung ditutup dengan seruputan kopi hangat dengan cita rasa dan keharuman yang menggoda. Ngopi sambil makan pisang goreng yang baru diangkat dari penggorengan, menjadi paket makanan yang wajib dinikmati para wisatawan setiap kali berkunjung ke kota ini.

Wisata selama 3 hari 2 malam ini sungguh mengesankan. Kendati demikian, kami harus terbang ke Jakarta lagi untuk melanjutkan rutinitas. Semoga pengembangan industri parawisata di pulau Belitung tetap dalam koridor yang benar. Tentunya dengan pemantauan yang ketat dari pemerintah daerah, yang selalu mengedepankan kepentingan masyarakat Belitung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar